Zarex Soak: Dari Lapangan Becek ke Arena Livoli, Kisah Inspiratif Anak Kampung dari Tasikmalaya
Di tengah hamparan sawah dan suara gamelan khas Sunda yang mengalun lembut dari pengeras suara masjid, nama Zarex Soak mulai dikenal bukan karena ia seorang seniman atau tokoh politik, melainkan karena aksi gilanya di lapangan voli tarkam (antar kampung). Pria yang lahir dan besar di salah satu desa kecil di Kabupaten Tasikmalaya ini menjelma menjadi ikon tarkam karena semangat dan gaya mainnya yang tak biasa: penuh semangat, tanpa alas kaki, dan kerap memakai kaos oblong sobek dengan celana pendek peninggalan kakaknya.
Awal Mula: Bola Voli dari Ban Bekas dan Net Tali Rafia
Lahir dengan nama Zarex Soak Ramdani, ia besar di kampung yang listriknya baru stabil saat ia duduk di kelas 5 SD. Ia mengenal bola voli bukan dari televisi, melainkan dari ban motor bekas yang dibentuk bulat dan dijadikan bola seadanya. Bersama teman-teman sekampungnya, mereka membangun lapangan di tengah sawah dengan net dari tali rafia dan tiang dari bambu.
“Dulu mah main voli bukan karena pengen jadi atlet. Cuma biar nggak disuruh ikut ke sawah,” kenang Zarex sambil tertawa, saat diwawancarai di sebuah warung kopi dekat rumahnya.
Namun siapa sangka, dari candaan dan sekadar menghindari kerja sawah, Zarex mulai menunjukkan potensi. Pukulan servisnya keras, lompatannya tinggi, dan yang paling khas: dia selalu tampil seperti orang yang “kesurupan semangat”, membuat penonton teriak-teriak tiap kali dia menyerang.
Naik Daun di Dunia Tarkam: Raja Hadiah Satu Dus Mi Instan
Pada usia 17 tahun, Zarex mulai diundang main oleh berbagai tim tarkam di kecamatan lain. Ia dikenal sebagai pemain serba bisa — bisa tosser, spiker, bahkan kadang jadi libero kalau dibutuhkan. Tapi yang paling diingat orang adalah ekspresi wajahnya saat bermain: penuh emosi, serius, tapi selalu diakhiri dengan senyum konyol ke arah penonton.
“Satu hari bisa main 3 kali di 3 kecamatan berbeda. Kadang naik motor bonceng tiga, bawa net sendiri,” cerita Rudi, teman satu timnya.
Hadiah yang didapat tidak besar. Kadang hanya satu dus mi instan, kadang sepasang sepatu bekas, atau uang transport yang tak cukup beli bensin. Tapi Zarex tidak peduli. “Yang penting bisa main dan ditonton orang sekampung,” katanya.
Viral di Medsos: “Spiker Sakti dari Tasik”
Segalanya berubah ketika sebuah video aksinya saat memblok smash dengan kepala viral di TikTok dan Instagram. Netizen menjulukinya “Spiker Sakti dari Tasik”. Gerakannya memang tak seperti atlet profesional, tapi semangat dan kreativitasnya luar biasa.
Tak lama, Zarex dihubungi oleh salah satu klub voli semi-profesional dari Jawa Tengah yang tengah mencari pemain untuk kompetisi Livoli Divisi I. Awalnya ia mengira itu prank. Tapi setelah dikonfirmasi, ia nekat naik bus sendiri ke tempat seleksi. Dengan sepatu pinjaman dan jersey bekas, ia lolos.
Menembus Livoli: Mimpi yang Tak Pernah Ia Mimpikan
Masuknya Zarex ke Livoli (Liga Bola Voli Indonesia) jadi kejutan. Ia bukan anak klub, bukan jebolan PPLP, bahkan tak punya pelatih profesional. Tapi ia membuktikan bahwa bakat alami dan semangat bisa menyaingi sistem.
Di Livoli, ia sempat kesulitan adaptasi. "Mainnya sudah bukan adu seru-seruan lagi, tapi strategi dan konsistensi," katanya. Tapi Zarex belajar. Ia bangun paling pagi, latihan servis hingga jari lecet, dan menonton ulang rekaman permainannya.
Puncaknya, ia masuk starting line-up dalam pertandingan penting dan berhasil membuat poin penentu kemenangan. Nama “Zarex Soak” pun makin diperhitungkan.
Kembali ke Desa: Menolak Jadi “Bintang” Kota
Meski ditawari kontrak permanen oleh klub, Zarex memilih pulang ke Tasikmalaya. Baginya, dunia voli adalah tentang kebersamaan, bukan popularitas. Ia kini melatih anak-anak desa, membentuk klub kecil bernama “Soak Smashers”, dan rutin mengadakan turnamen tarkam mandiri.
“Voli bukan cuma soal menang atau kalah. Tapi soal bagaimana kita bisa jadi semangat buat yang lain,” ucapnya.
Kini, setiap sore, lapangan tanah merah di desanya kembali ramai. Anak-anak dengan bola plastik meniru gaya servis Zarex, kadang diselingi tawa dan jatuh-jatuh lucu. Di sudut lapangan, Zarex berdiri memegang peluit, senyum sumringah.
Gaya Unik Zarex yang Tak Tergantikan
Banyak hal membuat Zarex istimewa:
-
Tidak pernah memakai pelindung lutut — katanya bikin gerah.
-
Menyapa penonton sebelum servis, seperti komedian sebelum tampil.
-
Setiap kali timnya kalah, dia traktir es cendol, karena katanya: "yang penting pertemanan."
Karakter ini membuatnya dicintai, bukan hanya sebagai atlet, tapi sebagai sosok inspiratif yang membumi.
Pelajaran dari Zarex Soak
Kisah Zarex Soak adalah pengingat bahwa jalan menuju pencapaian tidak harus selalu lurus dan mewah. Dari tarkam yang sering diremehkan, dari lapangan becek yang minim fasilitas, dan dari seorang pemuda desa yang bahkan tak punya sepatu sendiri — Zarex menunjukkan bahwa semangat, ketekunan, dan keberanian keluar dari zona nyaman bisa membuka jalan ke mana pun.
Penutup
Zarex Soak bukan nama yang akan kau temukan di buku sejarah olahraga nasional. Tapi di hati para pecinta voli tarkam, ia adalah legenda. Seorang yang membuktikan bahwa bintang bisa lahir dari mana saja — bahkan dari lapangan tanah merah di sudut kampung Tasikmalaya.
Dan mungkin, di setiap servis keras dan smash melengkung yang kau lihat di tarkam berikutnya, ada semangat Zarex yang ikut terbang bersama bola itu







0 comments:
Post a Comment